Rabu, 17 Agustus 2011

Kemerdekaan dalam persepsi Islam


 Bila ada makhluq yang selalu cenderung kepada kebebasan, baik dalam tingkah laku, bergaul serta menjalankan seluruh akitifitasnya, lalu selanjutnya menuntut kemerdekaan bagi diri dan bangsanya, maka manusialah namanya.
Manusia merupakan salah satu makhluq Allah S.W.T yang lain dari pada yang lain. Allah telah menganugerahinya keinstimewaan tersendiri yang tak mungkin bisa didapatkan pada makhluq-makhluq lainnya.
Berbicara tentang keistimewaan manusia, pasti tak akan terlepas dari isi kandungan firman Allah dalam surat Al-Isro : 70 :
“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Qs. Al Isro’ : 70)
Selain ilmu dan akal, diantara bentuk kemuliaan dan kelebihan manusia atas makhluq-makhluq lain, menurut sebagian para mufassirin adalah kecenderungannya untuk berada di atas segala-galanya, artinya ia selalu ingin menang dan  berkuasa, serta sangat anti sekali dengan penindasan dan penjajahan (Tafsir Bahrul Muhith 6/59)
Dengan kata lain, kemerdekaan merupakan kunci kemuliaan manusia, ia tak akan lebih utama dari makhluq-makhluq lain sebelum ia terbebas dari penjajahan. Maka tak mengherankan jika kemerdekaan merupakan kebutuhan pokok manusia, bahkan lebih pokok dari sandang pangan.
Demikian sakralnya masalah ini, sehingga berlomba-lombalah para ahli dalam menafsirkan makna kemerdekaan, sebagian mereka menyalahi sebagian yang lain, hingga kesemuanya tak membuahkan hasil kecuali menambah kesimpang siuran pengertian kemerdekaan.
Terlepas dari itu semua, Islam telah menetapkan pengertian baku yang tak membutuhkan tambal sulam mengenai hal ini.

 Hakekat Kemerdekaan
Kemerdekaan dalam ajaran Islam adalah suatu potensi yang dapat membawa dan menunjuki manusia kepada al-haq (Kebenaran), artinya al-haq selalu setali tiga uang dengan kemerdekaan. Seseorang belum bisa dikatakan berada dalam al-haq sebelum ia merdeka., sebaliknya orang yang masih dijajah pasti tak akan bisa mengamalkan kebenaran, baik sebagian maupun secara keseluruhan. Al-haq yang dimaksud adalah “At tauhid” yaitu peribadatan kepada Allah S.W.T dengan mengamalkan 100% ajaran Islam. Alhasil kemerdekaan menurut Islam adalah pembebasan manusia dari ibadah kepada makhluk menuju ibadah kepada Pencipta makhluq.
Pengertian ini, tentu saja ada dasarnya. Dalam sebuah atsar disebutkaan, ketika Rib’I bin Amir, salah seorang utusan pasukan Islam dalam perang Qodishiyah ditanya tentang perihal kedatangannya oleh Rustum, panglima pasukan Persia, ia menjawab, “Allah mengutus kami untuk memerdekakan manusia dari penghambaan manusia kepada manusia menuju penghambaan manusia kepada Rob manusia, dari sempitnya kehidupan dunia kepada kelapangannya, dari ketidak adilan agama-agama yang ada kepada keadilan Islam.” (Al Jihad Sabilnua – 119)
Ajaran Islam, ternyata, memandang kemerdekaan bukan dari satu sisi saja, melainkan dari semua sisi, baik dari segi dhohiriyah maupun bathiniyah. Hingga bisa dikatakan, bahwa seluruh ajaran Islam bertujuan untuk memproklamirkan kemerdekaan umat manusia.

Islam, Pahlawan Kemerdekaan

Manusia, tak pelak lagi, memang berbeda dari makhluq-makhluq lain. Selain telah dikaruniai akal dan pikiran, manusia juga selalu terlahir ke dunia dalam keadaan fitroh. Artinya tak seorangpun yang terlahir ke dunia ini kecuali telah bersaksi bahwa Allah adalah Robbnya dan Islam merupakan Dien-nya. Jadi, manusia awal mulanya berjiwa muslim lagi merdeka. Akan tetapi ketika memulai kehidupannya di dunia orang tuanyalah yang sangat berpengaruh apakah kelak agama sang anak. Rasulullah S.A.W bersabda
كُلُّ مَوْلُوْدٌ يُوْلَدُ عَلَى فِتْرَهُ فَاَبَوَّاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِسَا نِهِ
Setiap anak terlahir dalam keadaan fitah, maka orang tunaya yang menjadikannya seorang yahudi, nashrani, atau majusi” (Shohih Muslim).
Nah pada saat seperti inilah kemerdekaan manusia terampas, karena jiwa keislamannya lenyap. Di sini Nampak jelas peranan dakwah Islam dalam menjaga manusia dari segla potensi yang dapat mengharu biru jiwa kemerdekaannya.
Islam membentengi jiwa manusia dari tipuan dan rayuan iblis yang selalu merongrong al-haq serta dari bisikan-bisikan nafsu syahwat yang sering mengajak kepada kebobrokan moral dan budi pekerti. Selain itu, Islam mengeluarkan manusia dari segala system kehidupan yang tidak bersumber dari wahyu Ilahi, karena system yang demikian tidak membawa manusia kecuali kepada kehancuran jiwa dan raga. Bahkan Islam juga mengobarkan semangat juang kaum muslimin untuk menghadapi pasukan musuh, hidup atau mati, kemenangan bagi yang hidup, jannah bagi yang syahid.
Salah Kaprah
“The Freedom”, kata pepatah, “Is a gold”. Paling tidak ini berlaku untuk kemerdekaan dalam kaca mata Islam. Tapi dapatkah anda membayangkan, jika pepatah ini disalah artikan?, Mungkin inilah yang sedang terjadi sekarang, banyak kalangan menilai dirinya sudah merdeka, padahal sebenarnya ia berada pada puncak penjajahan.
Jalan tol kesalahpahaman mulai terkuak ketika hati manusia lalai akan kebenaran wahyu ilahi. Maka tak mengherankan, jika ada yang beranggapan bahwa ditarik mundurnya pasukan musuh dari wilayah perbatasan adalah awal kemerdekaan suatu bangsa. Aneh memang, tapi beginilah realita saat sekarang. Ditarik mundurnya pasukan musuh dari suatu negeri bukan satu-satunya syarat kemerdekaan bangsa tersebut. Ya … bisa dikatakan ia merupakan ciri paling nampak dari suatu kemerdekaan.
Karena penjajahan terhadap suatu negeri, bukan hanya karena dibom bardirnya negeri tersebut oleh pasukan musuh, akan tetapi corak dan ragamnya banyak sekali, dan bahkan lebih buruk dibanding hal di atas.
Apa untungnya kepulangan pasukan musuh ke negerinya, kalau system pemerintahan dan undang-undang musuh masih kita terapkan di negera kita ?, Kalau demikian adanya, bukankah sebenarnya kita masih tetap dijajah, walau tak pakai acara bom sana, bom sini?
Juga apalah artinya kalimat proklamasi kemerdekaan kita ulang-ulang terus, kalau hati kita masih tetap tunduk dan ta’at kepada bujuk rayu iblis dan hawa nafsu kita?. Memang, entah karena tidak tahu, lupa atau disengaja, masalah ini dilupakan oleh generasi sekarang. Tapi yang jelas, ada tangan di balik layar.
Perlu dipertegas di sini, bahwa penjajahan terhadap suatu negeri bukan hanya karena hadirnya pasukan musuh di negeri tersebut untuk membom bardir wilayah-wilayahnya, akan tetapi banyak ragamnya.

Macam-macam Penjajahan
Sebenarnya, penjajahan (dalam arti yang sebenarnya) merupakan upaya untuk menjauhkan dan sekaligus menghalangi manusia untuk mengamalkan ajaran Islam, atau dengan kata lain, sebelum manusia bisa mengamalkan syari’at Islam secara kaffah (menyeluruh) berarti ia masih terjajah.
Iblis adalah penjajah yang paling berbahaya bagi manusia. Karena ia tak pernah meluangkan waktunya sesaatpun kecuali digunakan untuk menyesatkan manusia dari jalan Islam. Kebencian iblis terhadap manusia dimulai ketika ia diperintahkan oleh Allah untuk sujud kepada Adam, padahal ia merasa dirinya lebih sempurna dari Adam, ia diciptakan dari api sedangkan Adam diciptakan dari tanah. Sejak saat itu iblis mengikrarkan dirinya menjadi musuh manusia number one.
Dalam surat Al-A’rof disebutkan, iblis menjawab :
“Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).”
Iblis menjajah manusia melalui bujuk rayuannya yang sudah tentu dipoles dengan cover-cover yang berbau ilmiyah, untuk menjauhi dan bahkan memusuhi ajaran dan syari’at Islam. Hingga tak ayal lagi, sebagian besar umat manusia dari dulu sampai sekarang telah tertipu oleh propagandanya. Maka sudah seharusnya kita tidak menjadikan musuh kita sebagai teman atau pembimbing melainkan harus dijadikan musuh pula.
“Sesungguhnya syetan itu musuh bagimu, maka jadikanlah ia sebagai musuh.” (QS. Al Faathir : 6)
Penjajah manusia yang tidak kalah bahayanya terhadap jiwa manusia adalah nafsu dan syahwatnya, yang selalu mengajak kepada kejelekan.
“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan”. (QS. Yusuf : 53)
Kita mengenal ada dua potensi buruk yang terdapat dalam jiwa manusia.
Yang pertama, nafsu amarotun bis suu’ (jiwa yang selalu condong kepada kejelekan). Potensi ini kalau tidak segera dikalahkan, akan membawa manusia ke jurang kebinasaan.
Yang kedua, nafsu lawwamah (jiwa yang selalu goncang). Jiwa yang demikian ini kalau tidak selalu diarahkan, akan banyak mengerjakan kejelekan dan tak menutup kemungkinan bisa meningkat menjadi nafsu amarotun bis suu’.
Nafsu dan syahwat seperti ini akan bisa diatasi dengan memperbanyak pendidikan ruhiyah (rohani).
Dunia, tak ketinggalan, telah menampakkan kedigyantaraannya dalam menjajah jiwa manusia. Penjajah yang satu ini, tak puas-puas membikin ulah, padahal hampir semua darah yang tertumpah dipermukaan bumi, atas namanya.
Ya… cinta dunia adalah racun dalam kehidupan umat manusia. Karena seorang yang cinta dunia pasti telah membuang cintanya kepada Allah, demikian pula sebaliknya, seseorang yang cinta Allah pasti tak ada sedikitpun dunia yang menempel di hatinya.
Di antara racun dunia yang paling berbahaya bagi umat manusia adalah fitnah wanita. Karena fitnah inilah Bani Isroil jatuh ke lembah kehinaan. Selain itu, kekayaan dan tahta juga tidak kalah bahayanya. Orang yang telah terjajah oleh dunia, tak akan bisa menggunakan akal fikirannya secara normal. Padahal akal pikiran merupakan salah satu sisi yang membedakan seseorang dengan hewan. Jika sudah demikian, tak ada lagi yang membedakan manusia dengan hewan.
Ketika Rosulullah s.a.w diminta oleh seseorang untuk menunjukkan suatu amal yang dicintai oleh Allah s.w.t, beliau bersabda : “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya engkau akan dicintai Allah dan bersikap zuhudlah terhadap apa yang dimilki manusia, nsicaya engkau akan dicintai manusia.” (Uddatu ash shobirin dan dzakhiratu asy syakirin, Ibnul Qoyyim).
Penjajah manusia berikutnya adalah system kehidupan yang tidak mencerminkan nuansa keislaman, karena tidak bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bentuk konkrit dari penjajah ini bisa berupa undang-undang dasar atau system pemerintahan jahiliyah yang terdapat dalam suatu negeri. UUD yang tidak Islami, apabila diikuti dan dita’ati, hanya akan membawa kehancuran bagi umat manusia, kebenaran akan dikatakan kebathilan, sehingga ia akan terus dikejar-kejar, diusir bahkan dicap subversive. Sebaliknya kebatilan dijunjung tinggi, hingga ia mendapatkan lahan subur, yang tidak hanya dibiarkan tumbuh berkembang dengan sendirinya, melainkan dipupuk, dipertahankan serta diperjuangkan dengan harta dan  jiwa.
Pemerintahan dengan system dan UUD jahiliyah adalah penyesat manusia dari golongan manusia. Karena kita hanya mengenal dua penyesat kehidupan ini, yang satu dari golongan jin, yaitu iblis dan pengikutnya, dan yang lain dari golongan manusia.
Masyarakat dalam system ini telah diprogram sedemikian rupa, supaya membenci dan memusuhi syari’at Islam. Berbagai propaganda telah dikibarkan guna mewujudkan angan-angan busuk ini. Media masa merupakan senjata ampuh mereka, di samping bangku-bangku pendidikan, untuk melicinkan jalannya mega proyek ini.
Sehingga tak pelak lagi, umat semakin jauh dari hidayah Islam. Kebenaran menjadi bahan cemooh, sedang kebatilan, ibarat mendapat angin segar, telah menjadi tuntutan umum.

Last but not least, bentuk penjajahan berikutnya, yang juga merupakan bentuk yang paling umum dan sudah dimaklumi oleh khalayak ramai, yaitu ketika adanya invasi (serangan) pasukan musuh ke wilayah Negara tertentu, guna merampas dan menghancurkan fisik Negara tersebut.
Meskipun demikian, tentu saja hal ini  tidak boleh diklaim sebagai satu-satunya bentuk penjajahan terhadap diri manusia, karena penjajahan, sebagaimana telah disebutkan di atas banyak sekali ragamnya. Akan tetapi sebagian besar masyarakat kita buta akan hal ini.
Mengikuti peribahasa “ada gula ada semut”, musuh-musuh Islam tak membiarkan kesempatan emas ini hilang begitu saja. Mereka tidak rela, kalau kaum muslimin terbangun dari kebodohannya yang berkepanjangan. Karenanya, mereka giat menanamkan doktrin-doktrin sesat dalam benak kita sejak dalam buaian hingga ke liang lahat. Kita dipaksa untuk meyakini, bahwa sekarang kita telah merdeka, karena musuh telah angkat kaki dari bumi pertiwi.
Wallahu a’lam





Rabu, 10 Agustus 2011

HIDAYAH DICARI BUKAN DINANTI


 
Salah jika kita berpikir bahwa mendapat hidayah berarti Allah menurunkan malaikat yang akan menuntun seseorang sesat, lalu masuk Islam, bertaubat, menuntunnya melakukan amal kebaikan setiap saat sepanjang hidupnya tanpa ada usaha dari orang tersebut.
Hidayah adalah petunjuk yang secara halus menunjukkan dan mengantarkan kepada sesuatu yang dicari. Dan yang paling dicari manusia –semestinya- adalah keselamatan akhirat khususnya dan keselamatan di dunia. Untuk mendapatkannya, Allah telah memberi bekal bagi setiap manusia dengan berbagai arahan yang akan membawanya menuju keselamatan. Namun Allah juga memberinya pilihan. Sehingga ada yang mengikuti petunjuk lalu selamat dan ada yang tidak mempedulikannya lalu celaka.
Jika kita cermati tahapan hidayah berikut ini, kita akan tahu bahwa setiap manusia pada dasarnya memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan hidayah. Hanya saja tidak semua orang mau berjalan mengikuti cahaya hidayah, menapaki jalan yang lurus. Kebanyakan mereka justru memilih jalan sesat hingga akhirnya celaka di ahirat.

Tahapan Hidayah
Imam Ibnul Qayyim dan Imam Al Fairuz Abadi menjelaskan, Allah telah memberikan petunjuk secara halus kepada setiap manusia agar selamat hingga hari kiamat, bahkan sejak hari kelahirannya. Beliau menyebutkan :
Tahapan pertama adalah memberikan Al Hidayah Al Amah, hidayah yang bersifat umum yang diberikan kepada setiap manusia, bahkan setiap makhluknya. Yaitu petunjuk berupa insting, akal, kecerdasan dan pengetahuan dasar agar makhluknya bisa mencari dan mendapatkan berbagai hal yang memberinya maslahat. Hidayah inilah yang dimaksud dalam ayat : 
 
Musa berkata: "Tuhan Kami ialah (tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk (QS. Thaha : 50)

Dengan bekal ini, manusia bisa menyerap, memahami dan melaksanakan berbagai arahan dan bimbingan yang diberikan kepadanya.
Tahapan kedua adalah Hidayatud dilalah wal bayan atau hidayatul irsyad, yaitu petunjuk berupa arahan dan penjelasan yang akan mengantarkan manusia kepada keselamatan dunia dan akhirat. Semua itu terangkum dalam risalah yang disampaikan melalui Nabi dan Rasul-Nya, Allah berfirman :
“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan Sholat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah” (QS. Al Anbiyaa’ : 73)
Risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad y adalah hidayatul bayan yang paripurna yang telah Allah berikan kepada manusia. Sifatnya hanya memberi penjelasan dan arahan agar manusia bisa meraih keselamatan. Mengikuti atau tidak, Allah memberikan pilihan kepada setiap manusia berupa ikhtiar. Sehingga di antara mereka yang mengetahui, kemudian mengikuti dan terus melazimi hingga menjadi mukmin yang taat, namun ada pula yang enggan bahkan menentang. Yang mengetahui, lalu mengikuti dan berusaha tetap berada di atas kebenaran akan selamat, sebaliknya yang mengetahui lalu berpaling akan merugi dan binasa.
Kemudian, fase ketiga adalah hidayatut taufiq, yaitu petunjuk yang khusus diberikan kepada orang-orang yang dikehendaki Allah. Hidayah yang menuntun hati seseorang untuk beriman dan beramal sesuai dengan tuntunan-Nya. Cahaya yang menerangi hati dari gelapnya kesesatan dan membimbingnya menuju jalan kebaikan. Hidayah yang mutlak hanya dimiliki dan diberikan oleh Allah inilah yang melunakkan hati seseorang hingga ia mau menjawab seruan dakwah. Dan hidayah ini pulalah yang menuntun mereka agar tetap berada di atas jalan yang lurus.
Hidayah ini adalah buah dari hidayatul irsyad. Seseorang tidak mungkin akan mendapatkan hidayah ini jika belum mendapatkan hidayatul irsyad sebelumnya. Namun, tidak semua orang yang sudah mendapat hidayatul irsyad pasti mendapatkan hidayatut taufiq.
Seperti yang sudah dipaparkan di atas bahwa tugas dan kewenangan Nabi, juga orang-orang yang menjadi pewaris para Nabi hanyalah menjelaskan dan menyampaikan. Mereka tidak akan mampu membuat atau memaksa seseorang mengikuti apa yang mereka dakwahkan, jika orang tersebut lebih memilih jalan kesesatan dan tidak diberi hidayatut taufiq oleh Allah. Allah berfirman :

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (Al-Qashash : 56)

Yang terakhir adalah hidayah di akhirat. Petunjuk di akhirat menuntun manusia menuju jannah. Rasulullah y bersabda : “Demi yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, salah seorang dari mereka lebih tahu arah menuju rumahnya di jannah dari pada menuju rumahnya di dunia”.
Ke empat fase ini saling terkait secara beruntun. Tanpa adanya hidayah pertama, seseorang tidak akan bisa mendapatkan hidayah yang kedua berupa irsyad, arahan dan bimbingan dari Rasulullah. Sebab orang yang akalnya tidak sempurna (gila maupun idiot) tidak bisa menyerap dan menalar berbagai ilmu dan bimbingan siapapun. Kalaupun bisa, daya serapnya sangat minim, sehingga mereka justru lepas dari semua taklif dan tanggung jawab. Sedang hidayah yang ketiga tidak mungkin bisa diraih sebelum seseorang mendapat hidayah yang pertama dan kedua. Taufiq dari Allah hanya akan turun kepada orang yang telah mendengar risalah dan kebenaran. Demikian Allah maha mengetahui siapa yang benar-benar mencari dan berhak mendapatkan hidayah dari-Nya.

Hidayah Harus Dicari 

Hidayah al amah kita semua sudah memilikinya. Adapun hidayah di akhirat, bukan lain adalah buah dari hidayah yang kedua dan ketiga. Sehingga yang harus kita cari semasa hidup di dunia adalah hidayatul irsyad dan hidayatut taufiq. Imam Ibnu Katsier menjelaskan hidayah yang kita pinta dalam surat Al-Fatihah adalah dua hidayah tersebut.
Hidayatul irsyad adalah ilmu syar’I yang shahih dimana dengan itulah kita bisa mengetahui kebenaran (Ma’rifatul haq), sedang hidayatut taufiq adalah kelapangan hati untuk mengamalkan dan selalu berada di atas kebenaran. Dua hal ini tidak akan kita dapatkan jika Allah tidak menghendaki kita mendapatkannya. Sehingga yang harus kita lakukan adalah mencari dan memohon kepada pemiliknya. Mencari berbagai hal yang bisa mendatangkan hidayah dan berusaha menghancurkan semua yang menghalangi kita dari hidayah.
Syaikh Abdurrahman bin Abdullah as Sahim, dalam sebuah risalahnya menjelaskan, ada beberapa hal yang bisa mendatangkan hidayah :
Yang pertama adalah bertauhid dan menjauhi syirik. Allah berfirman:

“orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am : 82)
Kedua, menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Dan Sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: "Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu", niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. dan Sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka). Dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami. Dan pasti Kami tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (QS. An-Nisa’ : 66-68).
Ketiga, Inabah, bertaubat dan kembali kepada Allah.

“Orang-orang kafir berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya Allah menyesatkan.  “Siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya”. (Ar-Ra’du : 27)
Keempat, I’tisham, berpegang teguh kepada kitabullah.

“Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, Padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Ali Imran : 101)
Kelima, berdoa dan berusaha keras mencarinya 
Dari Ibnu Mas’ud, Nabi y   selalu berkata :
اَلَّلهُمَّ إِنِّيْ أَسْئَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغَنِى

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu Hidayah, ketaqwaan, penjagaan diri dan kecukupan diri” (HR. Muslim)

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Ankabut : 69)

Keenam, memperbanyak dizkir,
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (Al Quran), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan Sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (QS. Az-Zukhruf : 36-37)

Penghalang Hidayah

Selain sebab-sebab yang bisa mendatangkan hidayah, ada juga beberapa hal yang akan menghalangi masuknya cahaya hidayah ke dalam hati, diantaranya :
Pertama, minimnya pengetahuan dan penghargaan atas nikmat hidayah.
Ada sekian banyak manusia yang tergiur dengan dunia dan menjadikannya satu-satunya hal yang paling diharapkannya. Sukses di matanya adalah mencapai harta dan kedudukan di mata manusia. Kesuksesan yang bersifat ukhrowi dinomor duakan, dan berpikir bahwa hal seperti itu bisa dicari lagi di lain kesempatan. Meski sudah mendapatkan lingkungan yang baik, kesempatan belajar agama yang benar, rejeki yang halal meski sedikit, ia tidak segan meninggalkannya demi meraih dunianya. Hal itu karena rendahnya penghargaan atas hidayah Allah berupa teman yang Shalih dan ilmu dien yang telah diberikan kepadanya. Firman Allah,

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar Rum : 7)

Kedua, Hasad dan Kesombongan

Dua hal yang menghalangi Iblis menjalankan perintah Allah dan menjadikannya gembong dari segala kesesatan di dunia. Dua hal itu pulalah yang menghalangi kebanyakan umat terdahulu hingga sekarang untuk beriman. Mereka tahu yang benar, tapi keangkuhan membuat hati mereka semakin gelap dan sukar ditembus cahaya kebenaran.

Ketiga, Jabatan,

Sepertinya halnya Heraklius, ia mengetahui kebenaran Nubuwat Muhammad y, mengakui dan dengan jujur membenarkan Risalah Islam. Tapi kedudukannya sebagai orang nomor satu di Romawi Timur menghalangi hatinya untuk bersyahadat, menggapai hidayah Ilahi. Kasus semacam ini masih akan ada hingga hari ini.

Keempat, Syahwat dan Harta.

Ketakutan akan hilangnya mata pencaharian dan berkurangnya kesempatan memuaskan syahwat akan dengan mudah memalingkan manusia dari cahaya hidayah.
Betapa banyak orang yang menunda taubatnya hanya karena tidak mau tersiksa oleh godaan wanita dan minuman keras. Betapa banyak yang enggan meninggalkan penghasilan yang syubhat dan haram hanya gara-gara takut menjadi miskin dan kehilangan mewahnya kehidupan. Dan betapa banyak yang tak sudi mendekati orang-orang Sholih karena khawatir tak bisa lagi menikmati pergaulan bebas. Dua penghalang ini menjadikan mata pencintanya serasa pedas saat menatap kemilau hidayah Allah. Dan merekapun terus menerus tenggelam dan kegelapan maksiat.

Kelima, Kebancian.

Seseorang yang membenci orang lain, Si A misalnya, ketika si A mendapatkan hidayah berupa masuk Islam, taubat dari maksiat, semangat belajar Islam atau yang lain, kebenciannya akan menghalanginya untuk mengikuti jejak orang yang ia benci itu. Kesombongan, gengsi dan kejengkelan tumbuh subur di atas lahan kebenciannya dan menghalangi sinar hidayah masuk menerangi hatinya.

Hidayah Membawa Hidayah

           Satu hidayah akan membawa hidayah yang lain. Demikian pula manusia terjebak pada satu penghalang hidayah, ia akan semakin terjerat dan sulit melepaskan diri.
              Imam Ibnul Qayyim di dalam kitab Tanwirul Hawalik mengatakan, “hidayah akan membawa hidayah yang lain. Dan kesesatan akan mendatangkan kesesatan yang lain pula. Perbuatan baik akan mendatangkan hidayah, setiap kali amal bertambah, bertambah pulalah hidayah dari-Nya. Demikian pula kesesatan. Hal itu karena Allah menyukai amal kebajikan dan akan membalasnya dengan petunjuk dan kesuksesan dan membenci keburukan dan mengganjarnya dengan keseatan dan kecelakaan.”
          Beliau melanjutkan, “Sesungguhnya seorang hamba jika telah beriman kepada Al-Qur’an dan mendapat petunjuk darinya secara global, mau menerima perintah dan membenarkan berita Al-Qur’an, semua itu adalah awal mula hidayah-hidayah selanjutnya yang akan ia perolah secara lebih detail. Karena hidayah itu tak memiliki titik akhir, seberapapun seorang hamba mampu mencapainya. Allah  berfirman :
“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.” (QS. Maryam : 76)
                Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang senantiasa mendapat hidayah dari-Nya Amin.



























Minggu, 07 Agustus 2011

Membangun Komitmen Berislam


Kaum muslimin saat ini sedang mengalami cobaan berat. Kebatilan yang sedang berkuasa terus berusha mendesak kebenaran. Tokoh-tokoh penguasa di sebagian besar dunia Islam saat ini adalah orang-orang yang terkenal memusuhi Islam. Di beberapa tempat, baik di dalam dan luar negeri, kaum muslimin dibantai secara keji.
Sementara itu beberapa ulama besar dipanggil Allah Ta’ala. Tidak salah rasanya bila sebagian orang mengetakannya sebagai ‘aamul huzni (tahun kesedihan).
Musuh-musuh Islam terus menerus membuat konspirasi untuk mengalahkan Islam. Kita lihat kristenisasi begitu gencarnya merambah desa dan kota. Sayangnya, kaum muslimin sendiri belum Nampak adanya kesatuan persepsi dan langkah dalam rangka menanggulangi berbagai permasalahan yang mendera umat.
Sebagian besar masih terbuai dengan isu penegakkan demokrasi dan HAM yang disponsori oleh musuh-musuh Islam, sehingga melupakan mereka pada inti permasalahan yaitu penyelesaian problem yang dihadapi ummat.
Sekali lagi harus disadari bahwa musuh Islam selalu menaburkan benih-benih perpecahan dan meniupkan angin perselisihan. Karenanya kaum muslimin harus selalu mewaspadai segala langkah mereka. Dibalik kebaikan dan kebijaksanaan mereka, menyembul niat jahat membinasakan Islam.
Kaum muslimin seharusnya merapatkan barisan dan menggalang kekuatan demi membentengi aqidah mereka. Pembinaan dien harus selalu ditingkatkan agar mereka mampu berpegang teguh dengan dien mereka dan menjadikan dien Islam sebagai jalan menuju keselamatan dunia dan akhirat.

Kenapa harus berpegang teguh dengan dien?
Ketika seorang muslim mulai berpegang teguh dengan ajaran Islam dan berusaha untuk mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari, maka ia akan merasakan betapa jauhnya masyarakat dan Ummat Islam dari ajaran Islam yang benar.
Betapa musuh-musuh Islam telah melangkah jauh selama ratusan tahun untuk mencegah munculnya Islam ke permukaan sebagai ideology, UUD, tuntunan dan pedoman hidup menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Musuh-musuh Islam sangat tidak senang dan takut dengan seorang muslim yang komit dengan ajaran diennya.
Mereka melontarkan berbagai macamm tuduhan, kecaman dan berbagai usaha lain, terutama melalui media masa dan elektronik, untuk menjauhkan ummat Islam dari berpegang teguh dengan ajaran Islam.
Maka kita dengar tuduhan fundamentalis, teroris, ekstrim, atau tuduhan lain. Sayangnya kaum muslimin phobi dengan tuduhan-tuduhan tersebut. Mereka ketakutan bila disebut sebagai muslim fundamentalis. Bahkan karena kephobiannya sudah mencapai tingkat tinggi, bila ada muslim lain yang berpegang teguh dengan ajaran Islam maka yang menuduhnya pertama kali adalah sesama muslim itu sendiri.
Sebenarnya kalau kita mau bersikap jujur, maka pasti bisa memahami dengan baik bahwa  non muslim yang selalu berteriak lantang kepada kaum muslimin yang berpegang teguh dengan diennya tadi, sebenarnya mereka adalah maling teriak maling. Teroris, separatis, dan sebagainya itu sebenarnya pekerjaan orang-orang non muslim. Inilah fakta sebenarnya.
Sebenarnya kaum muslimin tidak perlu takut dengan tuduhan tadi karena berpegang teguh dengan ajaran Islam secara konsekuen dan totalitas itu adalah perintah Allah dan Rasulullah. Allah berfirman  (yang artinya) : “Wahai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam secara kaffah (totalitas). (Qs. 2 : 208). Dalam ayat yang lain (yang artinya) : “Dan berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah dan janganlah berpecah belah” (Qs. 3 : 102). Maksudnya adalah kita diperintahkan untuk berpegang teguh dengan Al-qur’an, ajaran Islam yang benar yang diajarkan Rosulullah dan ikhlas kepada Allah (Tauhid). (Jami’ul bayan 4/30, Ibnu Katsir 1/389, Fathul Qadir 1/367, Qurtuby 4/159).
Dalam khutbah wada’ Rasulullah bersabda: “Wahai manusia, telah aku kutinggalkan atas kalian suatu hal yang bila kalian berpegang teguh dengannya niscaya tidak akan sesat selamanya, yaitu kitabullah dan sunnahku”. (Muwatho’ no. 1619 Al Hakim 1/93, Baihaqi 10/114, Al Ahkam Liibnu Hazm 6/809, At Tadwin Lir Rafi’I 4/179).
Rasulullah biasa membuka khutbah beliau dengan bersabda “Sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk Muhammad” (Muslim no. 867, Nasai 1/234, Ahmad 3/319, Baihaqi 3/214, Ibnu Majah no. 45)
Inilah perintah sekaligus rekomendasi supaya kaum muslimin selalu berpegang teguh dengan Islam dan menjadikannya sebagai pedoman hidup, Undang undang dasar dan Aqidahnya. Tegasnya, hidup mati bersama dan demi Islam. Ini adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi.
Dengan demikian tidak ada alas an untuk takut berpegang teguh dengan ajaran Islam. Seorang muslim tidak perlu takut dengan tuduhan-tuduhan negative. Seorang muslim dituntut untuk tidak takut kepada celaan orang-orang yang mencela (Qs. 5 : 54).  Sebagai suatu syari’at yang sempurna, Islam mampu menjawab seluruh persoalan hidup manusia. Karenanya kaum muslimin tidak memerlukan system atheism, liberalism, materialism, nasionalisme, demokrasi, dan isme-isme buatan manusia lainnya. Cukuplah bagi mereka Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai panduan dan itulah yang akan membawa merka menuju keselamatan, keadilan, ketentraman dan kebahagian, sebagaimana ditegaskan dalam haits tadi.
Tidak ada keselamatan dan kebahagian selama Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak dijadikan pedoman hidup, karena kebenaran keduanya mutlak. Adapun berbicara tentang keadilan, kebenaran dan kebahagiaan tanpa mendasarkan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shaleh adalah bualan dan dusta belaka. Hawa nafsu akan menempati porsi terbesar atau bahkan seluruhnya dikuasai oleh hawa nafsu.
Dari sinilah perlu kiranya kaum muslimin untuk segera menyadari dan berbenah diri untuk selalu berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, kemana keduanya bergerak kesitulah kaum muslimin harus bergerak.
Urgensi dari berpegang teguh dengan Islam yang shohih ini semakin terasa pada zaman ini, ketika orang-orang kafir menguasai, mengatur dan mengontrol dunia dengan hawa nafsu dan agama mereka yang batil. Semua pintu kemaksiatan terbuka dengan lebar dan keruskan akhak terjadi di mana-mana. Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya iman itu bisa using sebagaimana usangnya pakaian. Karena itu mohonlah kepada Allah supaya memperbaiki iman kalian” (HR. Ahmad 2/359, Al-Hakim, Hasan).

Sarana untuk tetap berpegang teguh dengan Islam !
Agar bisa berpegang teguh dengan ajaran Islam diperlukan usaha-usaha keras dengan niat yang ikhlas untuk mengikuti sunnah Rasulullah dan salafush sholeh. Di antara sarana yang dperintahkan adalah sebagai berikut :
1.       Menerima, mengikuti dan mentadaburi Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah tali Allah yang kokoh dan cahaya yang terang. Siapa berpegang teguh dengannya, Allah akan menjaganya dari kesesatan. Siapa yang mengikutinya, Allah akan menyelamatkannya dan siapa yang mengajak untuk mengikuti Al-Qur’an, Allah akan menunjukkannya ke jalan yang lurus. Al-Qur’an memang mukjizat terbesar Rasulullah yang abadi. Sehingga musuh-musuh Islam takut bila kaum muslimin berpegang teguh dengannya. Gladton, salah satu tokoh mereka mengatakan : “Kepentingan Eropa di Asia jauh dan tengah tetap terancam selama di sana masih ada Al-Qur’an yang dibaca dan Ka’bah yang dikunjungi (Asbabu Dhu’fi fil Ummah Islamiyah : 261).
2.       Komitmen dengan syari’at Allah, menjalankan perintah Allah, menjauhi larangannya dan senantiasa beramal sholih. Firman Allah (artinya) : Allah akan meneguhkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang teguh di dunia dan di akhirat”. (Qs. 14:27). Perkataan yang teguh di dunia artinya kebajikan dan amal sholih, sedang di akhirat artinya mampu menjawab pertanyaan malaikat di alam kubur.
Keteguhan berislam tidak akan diperoleh oleh orang yang hanya berpangku tangan dan malas beramal sholih. Rasulullah selalu menganjurkan para sahabat untuk bersegera dan berlomba-lomba dalam beramal sholih. Amalan yang beliau sukai adalah dikerjakan secara rutin sekalipun sekalipun sedikit. Dalam hadits (artinya) : “Hamba-Ku akan selalu mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah sampai Aku mencintainya.” (Fathul bari 11/340, Ahmad 6/256).
3.       Mempelajari dan mentadaburi kisah-kisah para Nabi dan sholihin dan mengambil suri tauladan dari mereka. Allah berfirman (artinya) : “Dan semua kisah para Rasul Kami ceritakan kepadamu, dengannya Kami teguhkan hatimu. Dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran, pelajaran dan peringatan orang-orang yang beriman” (Qs. 11:120)
4.       Do’a.
 Hati selalu bergejolak bahkan gejolaknya lebih keras dari gejolak air yang mendidih. Permisalannya bagai sehelai bulu ayam yang diterbangkan oleh angin, kadang beriman di pagi hari namun kafir di sore harinya atau sebaliknya.
Berdo’a semoga hati diteguhkan dalam iman dan Islam adalah mutlak, tidak boleh tidak. “Wahai Rabb kami, janganlah Engkau sesatkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk”. Umm Salamah menyatakan bahwa Rasulullah banyak berdo’a : “Wahai yang membolak balikan hati, teguhkanlah hati kami di atas dien-Mu (Tirmidzi 3517, Shahih Jami’ Shaghir 7864).
5.       Dzikir
Ketika pasukan Islam berhadapan dengan musuh di medan perang, yang Allah perintahkan adalah “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian bertemu dengan sekelompok musuh maka teguhkanlah kalian di tempat dan berdzikirlah yang banyak agar kalian menang.” (Qs. 8:45)
Dzikir menjadi senjata handal untuk meneguhkan iman, ketika seseorang berdzikir, syaithan akan menjauh darinya. Tetapi bila ia lalai, syaithan akan menggodanya. Ketika ia berdzikir, imannya bertambah.
6.       Tarbiyah
Pembinaan intensif sangat berperan dalam meneguhkan iman. Rasulullah tidak pernah jemu membina para sahabat di Mekkah. Hasilnya, kita melihat keteguhan khabab bin Arts, Mus’ab bin Umair, Bilal bin Rabbah dan sederet sahabat lainnya yang merasakan ujian dari kaum kuffar.
Tanpa adanya tarbiyah nabawiyah mungkinkah mereka mampu tegar bak batu karang dalam masa dakwah yang berat tersebut?, tentu saja tidak. Kaum muslimin saat ini sangat membutuhkan pembinaan dalam semua aspek kehidupan. Sejak dari yang pokok, yaitu : Aqidah Shahihah sampai dengan ekonomi, social, pendidikan, militer, iptek dan bidang-bidang lainnya.
Islam membina dan menyeimbangkan kepentingan jasad dan ruh. Untuk itu, seluruh umat Islam harus mengambil bagian.